Notification

×

Iklan

Iklan

Nurani Perempuan: Tahun 2019, Ada 105 Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Sumbar

25 Februari 2020 | 16.59 WIB Last Updated 2020-02-25T09:59:57Z
Foto ilustrasi

Padang, PASBANA--  Sepanjang tahun 2019, terdapat 105 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di beberapa kota dan kabupaten di Sumatera Barat. Nurani Perempuan mengungkap ada 13 perempuan yang mengalami kekerasan dari pacarnya sendiri.

Hal di atas terungkap dalam Catatan Tahunan Nurani Perempuan yang disampaikan di Aula Pertemuan Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kemensos, Padang, Senin (24/2/2020)

Plt Direktur Nurani Perempuan, Rahmi Meri Yanti memaparkan, kasus- kasus yang dilaporkan ke Nurani Perempuan berasal dari berbagai kabupaten/kota di Sumatra Barat. Kasus yang paling banyak dilaporkan ke Nurani Perempuan adalah kasus yang terjadi di Kota Padang dengan 70 kasus.

Kata Meri, suami menjadi pelaku kekerasan yang paling banyak dilaporkan dengan jumlah 39 korban.

“Ada juga perempuan menjadi korban kekerasan dari pacarnya. Jumlah perempuan yang menjadi korban mencapai 13 orang,” ulas Meri.

Ayah kandung juga dilaporkan melakukan kekerasan terhadap anaknya dengan korban mencapai 8 orang. Kemudian, ada juga perempuan melaporkan kekerasan yang dilakukan tetangga dengan jumlah 14 kasus.

“Lalu ada juga korban kekerasan dari majikan enam orang, teman empat orang, ayah tiri satu orang, abang kandung dua orang, kakek satu orang, penjaga sekolah satu orang, orang baru dikenal satu orang, mantan suami satu orang, mucikari dua orang, dan dari orang tidak dikenal lima orang,” ungkapnya.

Menurut Meri, meski dalam catatan Nurani Perempuan, terdapat 70 kasus kekerasan yang terjadi di Kota Padang, bukan berarti kota lain kasus kekerasan seksualnya sedikit. Namun, di Padang sudah banyak orang melapor dan minta pendampingan. Sementara korban dari kabupaten/kota lain masih kesulitan akses untuk melapor.

“Korban dari daerah tidak melapor dan meminta pendampingan karena terkendala dana dan akomodasi ke Padang,” ulasnya.
Di sisi lain, Meri menjelaskan, kekerasan seksual bisa dialami oleh siapa saja, tidak memandang kelas sosial, bahkan tingkat pendidikan seseorang.

“Korban bukan hanya mereka yang memiliki pendidikan rendah. Korban malah lulusan S-2 dan seorang dosen. Korban yang berpendidikan tinggi tidak luput dari kekerasn seksual,” tambahnya.(rel/pk)

×
Kaba Nan Baru Update