Notification

×

Iklan

Iklan

Saatnya Belajar Jadi Dermawan untuk Jiwa Kita

21 Agustus 2025 | 08:27 WIB Last Updated 2025-08-21T02:13:10Z



Pasbana - Banyak orang berpikir bahwa sifat pelit hanya soal enggan mengeluarkan uang. Padahal, ada bentuk “kekikiran” yang jauh lebih halus, bahkan berbahaya: pelit terhadap diri sendiri. 

Inilah yang dalam tradisi Islam disebut as-suhh (الشُّحَّ) — sifat kikir yang membuat seseorang enggan menggunakan waktu, kesehatan, bahkan kesempatan, untuk investasi terbaik: keselamatan dirinya di akhirat.

Lupa Beramal, Rugi di Akhirat


Al-Qur’an sudah mengingatkan bahwa sifat kikir ini bukan sekadar kebiasaan, melainkan bawaan yang harus dilawan:
Dan telah disiapkan dalam diri manusia sifat kikir (as-suhh).” (QS. An-Nisa’: 128)

Artinya, kita semua berpotensi terjebak. Tak hanya soal uang, melainkan juga waktu yang habis untuk hal sia-sia, tenaga yang enggan dipakai beribadah, atau ilmu yang ditahan hanya untuk keuntungan pribadi.

Rasulullah SAW menegaskan lewat sabdanya, siapa yang menjadikan akhirat sebagai tujuan, maka Allah akan memberikan kelapangan hati dan menyatukan urusannya.

Sebaliknya, mereka yang hanya mengejar dunia akan hidup dalam rasa miskin yang terus menghantui. (HR. Tirmidzi).

Kalau dipikir-pikir, ini real banget. Berapa banyak orang yang sibuk “mengejar dunia”, tapi justru merasa semakin kurang?

Belajar dari Kisah Para Sahabat


Sejarah para sahabat Nabi menyajikan contoh menarik. Abdullah bin Umar RA pernah bertemu seorang penggembala kambing yang bekerja pada majikan Yahudi. 

Saat ditanya, penggembala itu mengaku hatinya sudah Islam, tapi masih takut berterus terang. Ibnu Umar terenyuh, lalu membeli kambing sekaligus membebaskan budak itu.

Apa pelajaran dari kisah ini? Ibnu Umar tak pelit pada dirinya sendiri. Ia rela mengeluarkan harta demi “membeli” kebahagiaan akhirat, yaitu membebaskan seorang muslim.

Sebaliknya, Qur’an juga mencatat kisah Qarun. Kaya raya, harta berlimpah, tapi enggan berbagi. Apa hasilnya? Tenggelam bersama kekayaannya sendiri, menjadi simbol betapa pelit pada diri sendiri justru berakhir tragis.

Pesan Ulama: Jangan Rugi Dua Kali


Imam Ibnu Jauzi dalam kitab Shaydul Khathir memberikan nasehat yang sangat menusuk:
“Wahai anak Adam, janganlah engkau pelit terhadap dirimu sendiri. Jika engkau bakhil pada kebaikan untuk dirimu, maka dirimu tidak akan membutuhkannya (di akhirat). Engkaulah yang bertanggung jawab atas dirimu.”

Pesan ini jelas: sering kali kita dermawan untuk urusan dunia — berbagi waktu, tenaga, bahkan uang demi kesenangan sesaat — tapi justru pelit untuk hal yang kekal, yaitu amal.

Saatnya Jadi Dermawan untuk Diri Sendiri


Psikolog muslim kontemporer, Prof. Malik Badri, dalam bukunya Contemplation: An Islamic Psychospiritual Study, menyinggung bahwa manusia sering terjebak pada “penundaan amal”. 

Kita tahu kebaikan apa yang seharusnya dilakukan, tapi selalu ditunda dengan alasan sibuk atau takut rugi. Padahal, menunda berarti kita sedang pelit pada diri sendiri.

Dan faktanya, penelitian modern tentang kebahagiaan (Harvard Study of Adult Development, 2017) menunjukkan bahwa orang yang rajin berbagi — baik waktu, tenaga, maupun harta — cenderung lebih bahagia, sehat, dan panjang umur. 

Jadi, dermawan itu bukan hanya soal akhirat, tapi juga membuat hidup dunia lebih berkualitas.

Investasi Abadi


Allah mengingatkan dalam QS. Al-Hasyr: 9:
Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya (suhha nafsih), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Maka, mari berhenti jadi orang yang pelit pada diri sendiri. Gunakan waktu untuk kebaikan, investasikan ilmu untuk manfaat bersama, dan keluarkan harta sebagai tabungan abadi. 

Karena, seperti kata para ulama, harta yang sesungguhnya bukanlah yang kita simpan, tapi yang kita gunakan untuk amal.

Jadi, kalau hari ini kita masih merasa “sayang” beramal, coba ingat satu hal: bukankah yang benar-benar kita cintai mestinya kita investasikan untuk kehidupan yang abadi? (*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update