Notification

×

Iklan

Iklan

Festival Adat Pauh IX Kuranji: Menjaga Api Tradisi di Tengah Arus Modernisasi

14 Oktober 2025 | 08:04 WIB Last Updated 2025-10-14T01:04:44Z


Pasbana - Di tengah derasnya gelombang modernisasi dan teknologi digital, ketika anak muda lebih fasih memainkan layar gawai daripada menekuni kisah adat nenek moyang, sekelompok tokoh adat di Kecamatan Kuranji, Kota Padang, justru melangkah berlawanan arus. Mereka memilih kembali ke akar. 

Lewat Festival Adat Budaya Pauh IX Kuranji 2025, para Niniak Mamak bertekad menyalakan kembali bara nilai-nilai Minangkabau yang mulai meredup.

Selama tiga hari—mulai Senin (13/10/2025) hingga Rabu (15/10/2025)—suasana Kuranji berubah menjadi panggung kebudayaan. Gendang randai berdentum, suara sasambah adat menggema, dan para peserta tampil dengan penuh semangat membawakan tradisi yang diwariskan turun-temurun. 

Ada tiga agenda utama yang jadi magnet kegiatan ini: Lomba Sasambah Adat Batagak Panghulu, Sasambah di Bawah Payuang, dan Festival Randai.

“Sebanyak 441 peserta ikut ambil bagian, mewakili setiap kelurahan di Pauh IX. Ini bukti nyata semangat masyarakat Kuranji untuk menjaga marwah adat,” ujar Camat Kuranji, Ridho Satria, saat ditemui di sela acara.

Festival ini bukan sekadar seremonial budaya atau tontonan nostalgia. Di balik pertunjukan itu tersimpan pesan mendalam: melestarikan jati diri Minangkabau di era globalisasi.

Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Kota Padang, Jasman, menegaskan pentingnya menjaga nilai-nilai adat agar tidak terkikis zaman.

“Kegiatan ini bukan hanya hiburan. Tapi juga bentuk komitmen untuk menurunkan nilai adat Minangkabau kepada generasi muda,” ujarnya.

Jasman menambahkan, Pemerintah Kota Padang di bawah kepemimpinan Wali Kota Fadly Amran dan Wakil Wali Kota Maigus Nasir memberi perhatian khusus terhadap pelestarian budaya lokal. 

Salah satunya melalui Program Unggulan Sinergi Nagari Kota Padang, yang berupaya menghidupkan kembali peran Tungku Tigo Sajarangan — yaitu Niniak Mamak, Alim Ulama, dan Cadiak Pandai — sebagai pilar harmoni masyarakat Minangkabau.

“Lewat sinergi itu, kami ingin adat tidak hanya dipelajari, tapi dihidupi,” tambahnya.

Tantangan terbesar pelestarian adat saat ini, kata Jasman, adalah minimnya keterlibatan generasi muda. Banyak anak nagari yang mulai asing dengan istilah seperti batagak panghulu, balimau, atau malewakan gala. Padahal, di balik istilah itu tersimpan filosofi hidup yang luhur: kebersamaan, musyawarah, dan rasa hormat terhadap leluhur.

Festival Adat Budaya Pauh IX Kuranji 2025 diharapkan menjadi inspirasi bagi Kerapatan Adat Nagari (KAN) di seluruh Kota Padang untuk menggelar kegiatan serupa.

“Anak kemenakan kita mulai kehilangan pemahaman terhadap adat. Karena itu, tugas kita bersama untuk menanamkan kembali nilai-nilai ini agar membumi di hati generasi muda,” tutup Jasman penuh harap.

Dan benar saja, di tengah dentuman musik modern dan hiruk-pikuk kota, gema pantun randai di Kuranji sore itu terdengar begitu menyejukkan. Sebuah pengingat bahwa di antara kecanggihan teknologi dan kemajuan zaman, adat masih punya tempat — selama ada yang mau menjaga dan merawatnya.
(*)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update