Pariaman, pasbana — Di tengah hamparan sawah hijau Desa Koto Marapak, Kecamatan Pariaman Timur, semangat baru tumbuh dari tangan-tangan petani. Senin pagi (13/10/2025), sebuah mesin berukuran sedang berdiri tegak di halaman BUMDes Saayun Sarantak Dagam.
Mesin itu bukan sekadar besi dan baut — ia disebut Oven Gabah Serba Guna, inovasi pertama dan satu-satunya di Kota Pariaman.
Peluncurannya dihadiri langsung oleh Wali Kota Pariaman, Yota Balad, bersama jajaran pemerintah daerah dan warga setempat. Dalam sambutannya, Yota menyebut mesin ini sebagai simbol kemandirian desa yang mulai bertransformasi dari desa konsumtif menjadi desa produktif.
“Kolaborasi adalah kuncinya,” ujar Yota. “BUMDes di hulu yang mengelola hasil pertanian, sementara di hilir ada Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih yang siap menampung dan memasarkan. Ini bentuk sinergi ekonomi yang saling menguatkan.”
Oven gabah ini dirancang multifungsi. T
Tak hanya untuk mengeringkan gabah pasca panen, tapi juga bisa dimodifikasi untuk mengolah komoditas lain seperti jagung, kopi, bahkan hasil olahan umbi-umbian. Teknologi ini dinilai menjadi solusi cerdas bagi petani yang selama ini masih bergantung pada panas matahari untuk proses pengeringan — metode tradisional yang rentan cuaca.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pariaman tahun 2024, sekitar 60 persen petani di wilayah ini masih melakukan pengeringan manual di jalan desa atau halaman rumah. Akibatnya, kualitas gabah sering tidak seragam, dan harga jual pun turun di pasaran.
Dengan hadirnya oven ini, efisiensi meningkat hingga 40%, dan potensi kerugian akibat gagal kering bisa ditekan hingga separuhnya. “Ini akan menghemat waktu, menjaga kualitas, dan tentu saja menambah nilai jual produk pertanian lokal,” ujar Ketua BUMDes Saayun Sarantak Dagam, Ardi Rahman, ditemui usai acara.
Tak berhenti di inovasi teknologi, Yota Balad juga menegaskan pentingnya kolaborasi antara BUMDes dan Koperasi Merah Putih. Ia menggambarkannya seperti sistem rantai pasok yang utuh — dari produksi, distribusi, hingga penjualan.
“Kami ingin masyarakat Koto Marapak ikut menjadi anggota Kopdes Merah Putih. Dengan begitu, warga tak hanya memproduksi tapi juga punya akses pembiayaan, simpan pinjam, dan peluang usaha,” jelasnya.
Langkah ini sejalan dengan kebijakan nasional yang menekankan pembangunan ekonomi berbasis desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) bahkan mencatat lebih dari 74 ribu BUMDes aktif di seluruh Indonesia per 2025, dengan peran besar dalam meningkatkan pendapatan warga dan menekan angka kemiskinan pedesaan.
Yota tak menutup mata terhadap tantangan yang dihadapi daerah. “Kondisi keuangan daerah memang sedang tidak mudah,” katanya jujur. “Tapi jika masyarakat ikut bergerak dan merasakan manfaat langsung dari program pemerintah, saya yakin Pariaman bisa keluar dari jerat kemiskinan.”
Ia menambahkan, program ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto tentang penguatan ketahanan pangan nasional. Kota Pariaman, menurutnya, siap menjadi contoh kecil dari upaya besar tersebut — dengan menjadikan desa sebagai pusat produksi dan inovasi pangan lokal.
Sementara itu, di sisi lain halaman, beberapa petani tampak tersenyum memandangi mesin baru itu. “Dulu kami harus jemur gabah tiga hari, kalau hujan bisa gagal semua,” tutur Pak Darman, petani setempat. “Sekarang, cukup beberapa jam saja sudah kering rata. Ini membantu sekali.”
Oven itu kini menjadi simbol harapan baru bagi petani Koto Marapak — bahwa dengan gotong royong, teknologi, dan sedikit keberanian untuk berubah, desa kecil pun bisa menyalakan api besar bagi masa depan pangan daerah.
(*)