Notification

×

Iklan

Iklan

Investor Aktif vs Pasif: Siapa yang Lebih Unggul di Pasar Saham Saat Ini?

11 Oktober 2025 | 17:23 WIB Last Updated 2025-10-11T10:23:04Z


Pasbana - Di tengah fluktuasi ekonomi global yang tak menentu, investor di pasar saham terbagi ke dalam dua kubu besar: investor aktif dan investor pasif

Keduanya sama-sama ingin cuan, tapi cara bermainnya sangat berbeda. Nah, di sinilah menariknya — mana yang sebenarnya lebih efektif di situasi pasar sekarang?


Investor Pasif: Santai, Tapi Tetap Punya Tujuan


Investor pasif bisa diibaratkan seperti orang yang membeli rumah untuk disewakan — bukan untuk dijual cepat. Mereka tidak terlalu memantau pergerakan harga harian saham, melainkan fokus pada fundamental perusahaan dan potensi dividen jangka panjang.

Biasanya, mereka memilih saham-saham dengan performa stabil, seperti perbankan besar, emiten telekomunikasi, atau sektor infrastruktur yang rutin membagikan dividen.

Mereka berpikir sederhana: Selama perusahaan sehat dan rutin kasih dividen, kenapa repot mikirin harga naik-turun tiap hari?”

Strategi ini cocok bagi investor yang sibuk bekerja atau tidak punya waktu memantau market setiap hari. Namun, di sisi lain, mereka sering kehilangan momentum ketika ada perubahan tren pasar yang signifikan.

“Pasar saham bukan hanya soal siapa yang paling sabar, tapi juga siapa yang paling sigap membaca arah angin ekonomi,” ujar analis pasar modal (misal) dari Indo Premier Sekuritas.


Investor Aktif: Bergerak Cepat, Tapi Penuh Pertimbangan


Berbeda dengan investor pasif, investor aktif seperti pelaut yang terus memantau arah angin dan ombak makroekonomi.
Mereka tidak hanya menunggu dividen, tapi juga mencari momentum dari perubahan kondisi global — seperti suku bunga The Fed, pergerakan harga komoditas, atau gejolak geopolitik.

Ketika data ekonomi global menunjukkan perlambatan, investor aktif bisa langsung mengurangi posisi di saham perbankan, misalnya, dan beralih ke sektor emas atau tambang yang sedang naik daun.

Bagi mereka, strategi bukan hanya soal menahan, tapi juga kapan harus “trimming” (mengurangi posisi) dan kapan harus “re-entry” (masuk kembali) di waktu yang tepat.

Salah satu investor berpengalaman yang sempat “all in” di saham perbankan bercerita, ia menarik modal besar dari deposito ke saham bank saat harga di titik terendah pada pertengahan tahun.

Namun begitu sinyal makro melemah — inflasi naik, likuiditas mengetat, dan pertumbuhan kredit melambat — ia segera “bersih-bersih portofolio”.

“Makronya jelek, apa yang mau diharapkan? Lebih baik bersiap untuk cari peluang di saham yang punya value kuat dan risiko terukur,” ujarnya.


Belajar dari Momentum: Bukan Sekadar Cuan Cepat


Investor aktif tak selalu berarti spekulan. Mereka justru lebih disiplin mengukur risiko.

Salah satu contohnya, saat saham tambang emas seperti $BRMS menguat karena harga emas dunia menyentuh all time high (ATH), investor ini masuk bukan karena ikut-ikutan, melainkan karena ada narasi dan data yang mendukung — seperti peluang saham tersebut masuk ke indeks MSCI dan kuatnya arus dana asing (foreign inflow).

Namun, ia juga menegaskan: jika tesisnya salah, Cut Loss (CL) tetap dilakukan.
Karena di pasar saham, tidak semua “salah” harus dipertahankan.


Bahaya “Saham Gorengan” dan Mental Jackpot


Masalah umum di kalangan investor ritel adalah mentalitas “jackpot”.

Banyak yang tergoda saham gorengan — berharap cuan besar dalam waktu singkat tanpa riset, tanpa rencana, dan tanpa memahami risiko.

Padahal, menurut data BEI, lebih dari 60% investor ritel yang aktif trading tanpa strategi konsisten justru mengalami kerugian dalam jangka panjang.

Bahkan banyak yang akhirnya mencari pembenaran setelah “nyangkut”, alih-alih introspeksi strategi.

“Banyak yang menganggap saham itu kasino. Padahal, tanpa pengetahuan, mereka bukan sedang investasi — tapi sedang berjudi,” ujarnya menegaskan.


Kunci Sukses: Manajemen Risiko dan Literasi Finansial


Mau aktif atau pasif, fondasi utama tetap sama: pahami risiko dan kelola portofolio dengan disiplin.

Tidak ada strategi yang selalu benar. Yang ada hanyalah strategi yang sesuai dengan kondisi pasar dan profil risiko investor.
Investor sukses bukan yang selalu untung besar, tapi yang bisa bertahan lama di pasar.

Cuan 10% dari 1.000 lot jauh lebih baik daripada cuan 1000% dari 10 lot.

Karena di pasar saham, konsistensi lebih penting daripada sensasi.
Ikuti Tren, Tapi Pahami Arah
Pasar saham seperti arena maraton, bukan sprint.

Kamu bisa memilih menjadi investor pasif yang menikmati hasil dividen tahunan, atau investor aktif yang gesit membaca arah ekonomi global.

Yang penting, jangan hanya ikut-ikutan. Pahami setiap langkah dan selalu ukur risiko sebelum menekan tombol “buy”.

“Even a monkey can make money in a bull market,” katanya dengan nada satir, “tapi cuma investor yang paham strategi yang bisa bertahan di bear market.”
(*)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update