Oleh: Alan Fazaidan
Pasbana - Bayangkan sebuah negara yang pelayanannya cepat, anggarannya transparan, pejabatnya dipercaya, dan masyarakatnya merasa aman dalam setiap proses birokrasi. Gambaran itu tampak ideal, tetapi tidak mustahil. Indonesia memiliki potensi besar untuk mencapai kondisi tersebut. Tantangannya terletak pada keberanian masyarakat terutama generasi muda untuk mengambil bagian dalam gerakan antikorupsi.
Fakta terbaru menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi persoalan serius. Laporan Transparency International melalui Indeks Persepsi Korupsi tahun 2023 menempatkan Indonesia pada skor 34 dari skala 100. Skor ini menempatkan Indonesia pada peringkat 115 dari 180 negara dan menunjukkan bahwa tingkat persepsi korupsi masih berada pada kategori buruk. Data ini tidak sekadar menunjukkan kelemahan tata kelola negara tetapi juga memperlihatkan betapa rentannya layanan publik terhadap penyimpangan.
Indonesia Corruption Watch pada tahun 2023 mencatat terdapat 791 kasus korupsi dengan 1.695 tersangka dari berbagai sektor. Total potensi kerugian negara mencapai belasan triliun rupiah. Sektor pemerintahan desa menjadi yang paling rawan terutama dalam pengelolaan dana desa, pengadaan barang dan jasa, serta distribusi anggaran yang kurang diawasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa persoalan korupsi tidak hanya terjadi pada level pusat tetapi juga sangat dekat dengan kehidupan sehari hari masyarakat.
Korupsi bukan hanya persoalan pelaku individu melainkan juga persoalan sistem yang belum sepenuhnya bersih. Biaya politik yang tinggi sering mendorong munculnya transaksi antara calon pejabat dan sponsor yang kemudian dibayar dengan kebijakan. Birokrasi yang tidak transparan menciptakan celah bagi penyalahgunaan kekuasaan. Lemahnya penegakan hukum turut memperkuat budaya impunitas yang membuat pelaku merasa aman dari sanksi. Dalam situasi ini masyarakat cenderung permisif terhadap berbagai bentuk kecurangan kecil sehingga pola pikir koruptif semakin mudah tumbuh.
Di tengah tantangan tersebut generasi muda memiliki peluang besar untuk menjadi motor perubahan. Keterbukaan informasi, literasi digital yang kuat, dan kemampuan untuk menyebarkan pesan dengan cepat menjadikan anak muda kelompok yang paling strategis dalam gerakan antikorupsi. Pengawasan publik dapat dilakukan melalui advokasi, kampanye digital, serta dorongan terhadap transparansi dalam lembaga pendidikan, organisasi kepemudaan, maupun lingkungan komunitas.
Gerakan antikorupsi juga dapat dimulai dari praktik sederhana seperti menolak gratifikasi kecil, menghindari manipulasi data, menjaga kejujuran dalam kegiatan akademik, serta ikut mengawasi penggunaan anggaran di tingkat lokal. Langkah kecil yang dilakukan secara konsisten akan menghasilkan budaya integritas yang lebih kuat. Budaya ini akan memberi tekanan moral dan sosial kepada pejabat publik untuk bekerja secara bersih dan akuntabel.
Upaya pemerintah melalui reformasi birokrasi, digitalisasi layanan publik, dan penguatan hukum tetap penting. Namun semua kebijakan ini tidak akan berjalan efektif tanpa dukungan dan partisipasi masyarakat terutama dari generasi muda. Indonesia membutuhkan kelompok yang berani berbicara benar, bersikap tegas terhadap kecurangan, dan tidak mudah kompromi terhadap perilaku tidak etis.
Indonesia tanpa korupsi bukanlah sebuah mimpi. Itu adalah tujuan yang dapat dicapai jika setiap warga terutama generasi muda mengambil bagian. Dengan kesadaran, keberanian, dan tindakan nyata Indonesia dapat bergerak menuju masa depan yang lebih bersih, adil, dan dipercaya oleh masyarakatnya. Masa depan itu dimulai dari langkah kecil yang dilakukan hari ini. (*)
Daftar Pustaka
Transparency International. (2023). Corruption Perceptions Index 2023. Transparency International.
Indonesia Corruption Watch. (2024). Laporan tren penindakan korupsi 2023. Indonesia Corruption Watch.
Kantor Staf Presiden Republik Indonesia. (2024). Laporan perkembangan dan analisis Indeks Persepsi Korupsi Indonesia.
Transparency International Indonesia. (2024). Ringkasan nasional Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2023.




