Pasbana - Apakah mata uang kripto benar-benar masa depan keuangan, atau hanya buih digital yang kapan saja bisa pecah?
Pertanyaan ini kembali mencuat setelah geliat pasar kripto tahun lalu—ketika kapitalisasi global sempat menembus US$ 3,91 triliun dan Bitcoin mencetak rekor US$ 108.000 per keping. Optimisme merebak, investor pemula berlomba masuk, dan institusi besar mulai melirik aset digital ini sebagai “emas baru”.
Namun, seperti roller coaster yang indah hanya dari kejauhan, pasar kripto menyimpan gejolak ekstrem. Tak ada contoh yang lebih dramatis daripada tragedi Terra Luna (LUNA)–UST pada 2022, ketika proyek raksasa bernilai US$ 40 miliar runtuh nyaris menjadi nol hanya dalam hitungan hari.
Bagi banyak investor, terutama yang masuk di puncak hype, keruntuhan ini bukan sekadar kerugian finansial, tetapi pukulan psikologis. Ada yang kehilangan tabungan masa depan. Ada pula yang menanggung utang. Salah satu investor Indonesia bahkan dilaporkan merugi hingga Rp 14 miliar dalam semalam.
Di sinilah analisis ekonomi bertemu dengan perspektif syariah: apakah kripto layak diperlakukan sebagai aset halal yang amanah, atau justru penuh dengan unsur gharar (ketidakpastian) dan maysir (spekulasi)?
Mengapa Kita Perlu Membahas Kripto dalam Perspektif Ekonomi & Syariah?
Karena dua hal:
Adopsi kripto tumbuh cepat, bahkan di Indonesia—tercatat lebih dari 18 juta pengguna aset digital hingga 2024 (Bappebti).
Mayoritas investor ritel belum memahami risikonya, baik dari sisi keuangan maupun prinsip syariah.
Dengan memahami keduanya, masyarakat dapat menjaga harta (hifzh al-mal) sekaligus membuat keputusan investasi yang lebih bijak.
1. Bitcoin dan Kawan-Kawan: Aset Digital atau Alat Judi Modern?
Kripto diciptakan sebagai sistem keuangan alternatif:
✔ tanpa otoritas pusat
✔ berbasis blockchain
✔ dengan potensi keuntungan besar
Namun, potensi keuntungan besar selalu berjalan bersama risiko besar. Bitcoin, misalnya, dapat naik 40% dalam sebulan—tapi juga bisa turun 30% dalam seminggu.
Dalam konsep syariah, volatilitas ekstrem ini masuk kategori gharar fahisy—ketidakpastian tingkat tinggi yang dapat merugikan salah satu pihak dalam transaksi.
Analogi sederhana:
Berinvestasi pada aset tanpa nilai jelas ibarat membeli kucing dalam karung—mungkin Anda dapat kucing Persia, tapi lebih sering karungnya kosong.
Berinvestasi pada aset tanpa nilai jelas ibarat membeli kucing dalam karung—mungkin Anda dapat kucing Persia, tapi lebih sering karungnya kosong.
2. Studi Kasus: Keruntuhan Terra Luna – “Stablecoin” yang Tak Stabil
Terra Luna dan stablecoin UST pernah digadang sebagai inovasi paling menjanjikan di dunia kripto. UST dirancang agar selalu bernilai US$ 1, dijaga oleh algoritma pintar.
Namun satu hal tak bisa dibohongi: kepercayaan pasar.
Ketika kepercayaan rontok, mekanisme algoritmik tak sanggup menahan gelombang penjualan massif.
Hasilnya:
UST kehilangan pegging dari US$ 1 menjadi US$ 0,10
LUNA jatuh 99% lebih dalam seminggu
Nilai kapitalisasi US$ 40 miliar menguap
Investor global mengalami kerugian ratusan miliar dolar
Dari kacamata syariah, struktur seperti ini mengandung:
Jahalah (ketidakjelasan parah)
Maysir (spekulasi tinggi)
Tidak ada backing asset riil
Ini seperti membangun gedung pencakar langit di atas pasir.
3. Apakah Kripto Bertentangan dengan Prinsip Moneter Islam?
Dalam literatur ekonomi Islam, salah satu prinsip dasar adalah kestabilan nilai dan perlindungan masyarakat.
Imam Al-Mawardi dalam Al-Ahkam As-Sulthaniyah menegaskan bahwa pengawasan mata uang adalah wewenang pemerintah, demi melindungi rakyat dari inflasi dan kecurangan.
Bitcoin justru kebalikannya:
- tidak diawasi otoritas negara
- tidak ada penjamin
- nilainya murni ditentukan spekulasi
Ketika terjadi krisis seperti Luna, tidak ada lender of last resort. Tidak ada otoritas yang melindungi investor kecil.
Dari sini, banyak ulama menilai kripto saat ini belum memenuhi kriteria tsaman mutaqawwim (uang yang sah menurut syariah).
4. Risiko Kejahatan dan Penyalahgunaan: Realitas yang Tak Bisa Diabaikan
Menurut laporan Chainalysis, aliran dana ilegal melalui kripto mencapai US$ 24,2 miliar pada 2022. Kripto sering digunakan untuk:
- pencucian uang
- narkotika
- pendanaan terorisme
- penipuan skema Ponzi berkedok investasi
Platform trading juga menawarkan leverage 20–100x, menjadikan aktivitas jual beli kripto setara “casino finansial”.
Dalam prinsip saddu adz-dzari’ah, segala potensi yang membuka pintu kemudaratan harus dicegah.
5. Tapi Apakah Blockchain Selalu Buruk? Tidak.
Teknologi blockchain netral.
Yang bermasalah adalah produk dan praktik yang menyertainya.
Ada beberapa inovasi yang mulai mengarah pada prinsip syariah, seperti:
Gold-backed crypto — aset digital dijamin emas fisik
Token aset riil — mewakili kepemilikan properti/komoditas
Islamic Coin (HAQQ) — mengklaim mengikuti maqashid syariah
Ini menunjukkan bahwa kripto bisa diarahkan ke arah yang lebih sehat dan stabil.
6. Rekomendasi Kebijakan: Agar Kripto Tidak Menjadi Lumbung Kerugian
A. Standarisasi Syariah untuk Aset Digital
Regulator dan MUI perlu membuat klasifikasi:
- kripto sebagai komoditas
- kripto sebagai sekuritas digital
- kripto sebagai utility token
Setiap kategori harus memiliki kriteria syariah berbeda.
B. Fokus pada Aset Digital Berbasis Ekonomi Riil
Model seperti sukuk digital atau token komoditas lebih selaras dengan maqashid syariah.
C. Edukasi Publik yang Jujur dan Masif
Investor harus paham bahwa kripto = high risk high return, bukan jalan pintas menuju kekayaan.
Belajar dari Buih Digital
Bitcoin dan sebagian besar aset kripto saat ini masih mengandung unsur besar gharar, jahalah, dan maysir.
Runtuhnya Terra Luna adalah pengingat keras bahwa inovasi tanpa fondasi nilai riil mudah rapuh.
Namun, teknologi blockchain bukan musuh. Ia bisa menjadi alat untuk kebaikan—jika diarahkan dengan prinsip keadilan, transparansi, dan dukungan aset produktif.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ar-Ra’d: 17:
“Adapun buih itu akan hilang; tetapi yang bermanfaat bagi manusia akan tetap ada di bumi.”
“Adapun buih itu akan hilang; tetapi yang bermanfaat bagi manusia akan tetap ada di bumi.”
Tips Praktis untuk Pembaca: Cara Bijak Menyikapi Investasi Kripto
- Jangan menaruh dana yang tidak siap hilang
- Hindari leverage tinggi
- Pelajari whitepaper sebelum membeli
- Gunakan platform resmi yang diawasi Bappebti
- Diversifikasi, jangan all-in
- Prioritaskan aset riil dan instrumen konvensional yang lebih stabil
(*)




